Terumbu Karang, Kontributor Keseimbangan Namun Kini Korban Krisis Iklim

Krisis iklim menjadi salah satu masalah paling serius yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Salah satu penyebab utama krisis iklim ini adalah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, industri, pertanian industri, dan limbah.

Hampir semua negara berperan dalam menyumbangkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Quere et al, (2018) menyatakan bahwa Benua Asia menjadi penyumbang terbanyak akan emisi gas global, yaitu sekitar 53 %, Benua Amerika 18 %, dan Benua Eropa 17 %. Hal tersebut menjadikan peningkatan emisi gas rumah kaca menjadi isu lingkungan serius yang terjadi di seluruh dunia.

Pemanasan global berdampak luas pada berbagai ekosistem di dunia, termasuk ekosistem laut yang mencakup laut, samudra, dan terumbu karang. Lautan memainkan peran penting dalam mengatur iklim global, menyediakan sumber daya hayati, dan habitat bagi jutaan spesies. Namun, lautan juga menjadi korban langsung dari perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca.

Emisi gas rumah kaca menyebabkan perubahan kimia dalam air laut. Sejumlah besar karbon dioksida yang larut dalam air laut menyebabkan peningkatan keasaman laut, yang dikenal sebagai pengasaman laut.

Peningkatan asam laut memiliki dampak negatif pada organisme laut yang memiliki kerangka atau cangkang kalsium, seperti terumbu karang, moluska, dan fitoplankton. Perubahan kimiawi ini juga dapat mengganggu rantai makanan laut, mengurangi produktivitas ekosistem, dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut.

Pemanasan global juga berpengaruh terhadap kenaikan suhu permukaan laut. Kenaikan suhu ini dapat menyebabkan coral bleaching atau pemutihan terumbu karang, yang perlahan dapat menyebabkan kematian massal dan kerusakan ekosistem terumbu karang.

Terumbu karang merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Perubahan seperti suhu dan pH yang diakibatkan oleh pengasaman laut dapat menyebabkan hilangnya alga yang berasosiasi dengan karang yang kemudian mengalami fenomena pemutihan. Sangat disayangkan, padahal terumbu karang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Di Indonesia, terumbu karang tidak hanya memiliki nilai ekologis yang penting, tetapi juga memberikan dampak terhadap ekonomi biru. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kerusakan terumbu karang telah berada pada tahap yang mengkhawatirkan.

Kerusakan terumbu karang juga akan berdampak terhadap keberlanjutan Indonesia yang ingin mengoptimalisasi ekonomi biru yang diharapkan akan menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa negara, serta peningkatan penerimaan pajak negara yang menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya laut dan pantai.

Fenomena pemutihan karang (coral bleaching). / Foto: Harriet Spark/Grumpy Turtlr/Greenpeace

Dampak dari Kolapsnya Terumbu Karang Terhadap Berbagai Sektor

1. Perikanan

Pada dasarnya terumbu karang berfungsi sebagai tempat berlindung, sumber pakan, dan tempat berkembang biak bagi banyak spesies ikan. Kerusakan terumbu karang mengakibatkan menurunnya populasi ikan, yang berdampak langsung pada industri perikanan. Penurunan hasil tangkapan ikan dapat mengakibatkan penurunan pendapatan bagi nelayan dan berdampak negatif pada ketahanan pangan.

Haikal et al (2022) mengatakan bahwa pemutihan karang dapat berpengaruh pada hidup karang karena dengan hilangnya alga yang berasosiasi dengan karang, maka karang akan kekurangan nutrisi dan jika terus berlangsung akan mempengaruhi keadaan ekosistem terumbu karang. Ikan-ikan pun akan meninggalkan terumbu karang tersebut.

2. Pariwisata

Kerusakan terumbu karang menyebabkan penurunan daya tarik wisata bahari, seperti menyelam dan snorkeling, yang mengandalkan keindahan terumbu karang yang sehat. Jika terumbu karang terus mengalami kerusakan, wisatawan akan mencari destinasi lain, yang berdampak pada pendapatan sektor pariwisata Indonesia.

3. Industri Kelautan

Terumbu karang juga berperan penting dalam industri kelautan, seperti produksi rumput laut, budidaya ikan hias, dan penelitian. Kerusakan terumbu karang dapat mengganggu keberlanjutan dan produktivitas sektor-sektor ini, yang berdampak pada penghasilan dan inovasi industri kelautan di Indonesia.

Berberapa dampak di atas akan menjadi suatu masalah serius jika kita memang ingin mengoptimalisasi ekonomi biru di negara ini. Dibutuhkan berberapa upaya yang tepat dalam melawan pemanasan global.

Salah satu upaya untuk menurunkan pemanasan global ialah pengurangan emisi gas rumah kaca. Jika bisa, negara-negara di seluruh dunia harus bekerja sama untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan mempromosikan energi terbarukan.

Transisi ke sumber energi yang bersih, seperti energi surya dan angin. Selain itu, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berbahan bakar fosil adalah langkah penting yang dapat diambil.

Mengembangkan dan mempromosikan transportasi berkelanjutan seperti transportasi umum, sepeda, dan berjalan kaki.

Satu hal yang lebih penting dari lainnya ialah membentuk kesadaran dan pendidikan masyarakat. Hal tersebut bisa kita lakukan melalui kampanye informasi yang efektif, seperti seminar, lokakarya, dan kampanye media sosial.

Masyarakat dapat diberi pemahaman yang lebih baik tentang perubahan iklim dan pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca. Kesadaran akan mendorong individu untuk mengambil tindakan dan mengubah pola hidup mereka.***

Baca juga: Konservasi Pasir Putih Situbondo dengan Metode Taman Karang dan Rumah Ikan

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan