Jalur Mudik Paus: Laut Sawu dan Laut Banda

paus biru

Tidak hanya manusia, paus juga dapat melakukan mudik. Mudiknya paus ke “kampung halaman” atau tempat kelahirannya (pemijahan), yang dalam istilah lain juga disebut sebagai migrasi.

Dari artikel yang diterbitkan oleh wwf, paus memiliki range atau jangkauan habitat dan tempat migrasi yang sangat luas dan tersebar di seluruh perairan dunia. Artikel tersebut disusun dari berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap paus melalui tracking gps, DNA, identifikasi foto, dan lain-lain.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Moller et al dan Double et al, di samudra Hindia bagian timur, paus biru mencari makan di sekitar pesisir australia dan bergerak ke utara melalui Laut Sawu dan menunju Laut Banda untuk proses pemijahan.

Berbeda dengan manusia yang mudik tiap lebaran, mudik yang dilakukan paus ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada bulan Juni-September yang merupakan waktu musim dingin pada hemisfer bumi bagian selatan.

Kebiasaan paus biru dalam hidupnya, paus bermigrasi dari feeding ground di perairan dengan garis lintang tinggi (high latitude), yang memiliki iklim subtropis dan temperature sedang ke breeding ground perairan dengan garis lintang rendah (low latitiude), yang beriklim tropis dan lebih hangat untuk memijah.

Walaupun memiliki jalur ‘mudik’ yang luas di seluruh dunia, akan tetapi paus biru juga memiliki ancaman yang dapat berasal dari manusia maupun dari alam. IUCN pun juga memberikan status paus biru sebagai spesies yang terancam. Ancama dari manusia dapat berupa:

1. Polusi

Polusi yang dapat mengganggu migrasi paus dapat berbentuk polusi sampah seperti zat-zat kimia maupun sampah plastik, maupun polusi suara yang berasal dari kapal, survey seismic, pembangunan dan operasi industry, maupun kegiatan militer. Polusi suara ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada paus, kerusakan pendengaran, bahkan hingga kematian.

2. Kegiatan Industri

Kegiatan seperti pembangunan industry migas offshore dapat mengganggu kehidupan paus melalui timbulnya polusi suara, polusi minyak yang bocor, maupun dari platform maupun lalu lalang kapal.

3. Whaling (Perburuan Paus)

Whaling atau perburuan paus merupakan praktek yang telah dilakukan manusia sejak lama, bahkan negara jepang telah melakukan whaling sejak tahun 1570an.

Hingga saat ini bahkan masih ada beberapa negara yang melakukan whaling. Di Indonesia sendiri, praktek perburuan paus masih ada di Lamalera, NTT, yang merupakan perburuan traddisional ooleh masyarakt setempat

Berdasarkan ancaman-ancaman tersebut, serta status hewan ini yang dilindungi, maka diperlukan pengelolaan khusus untuk melesstarikan paus. Cara yang dapat dilakukan unruk melindungi paus ini adalah dengan melakukan usaha bersama dari seluruh negara-negara di dunia. Salah satunya dengan membentuk IWC atau Komisi Whaling internasional yang mengatur tentang manajemen dan konservasi dari paus.***

Baca juga: Kehidupan Paus Biru dalam Ekosistem Pelagis

Editor: J. F. Sofyan

Sumber: wwfwhales.org,

Mӧller, L.M., Attard, C.R.M., Bilgmann, K. et al. Movements and behaviour of blue whales satellite tagged in an Australian upwelling system. Sci Rep 10, 21165 (2020).

Double MC, Andrews-Goff V, Jenner KC, et al. Migratory movements of pygmy blue whales (Balaenoptera musculus brevicauda) between Australia and Indonesia as revealed by satellite telemetry.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan