Sampah Belum Rampung, Abrasi Kian Mengepung Pantai Mutiara Hijau, Indramayu

Pantai Karangsong merupakan salah satu pantai yang terletak di utara Pulau Jawa, letaknya tepat di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu. Ada dua pantai yang terkenal di Karangsong yaitu Pantai Mutiara Hijau dan juga Pantai Lestari yang terdapat tempat wisata di dalamnya.

Pantai Mutiara Hijau terkenal dengan pantai yang terdapat wahana permainan dan juga pantai untuk berenang, kemudian terdapat juga rumah makan yang bernama rumah makan Batari Apung.

Rumah makan Batari Apung, sengaja didirikan oleh Pak Durrohim sebagai APO (Alat Pemecah Ombak) yang biasa dikenal juga dengan waterbreak. Hal ini merupakan salah satu solusi yang telah Pak Durrohim dan juga tim pengelola ekowisata Pantai Mutiara Hijau untuk menyelamatkan pasir-pasir pantai yang kian hari semakin menghilang dan terbawa oleh arus ombak, hal ini juga demi menyelamatkan keanekaragaman ekowisata yang terdapat di pantai Mutiara Hijau.

Beberapa tahun rumah makan Batari Apung yang merupakan salah satu rumah makan yang fungsinya juga sebagai APO telah mengalami masa berjayanya, setelah membantu mempertahankan keanekaragaman lingkungan, rumah makan ini pun semakin hari semakin reyot, bahkan hampir roboh.

Di sisi lain, di depan Pantai Mutiara Hijau terdapat pantai Lestari yang juga terdapat ekowisata mangrove di dalamnya. Ekowisata mangrove yang telah berdiri kurang lebih 10 tahun di Karangsong, Indramayu memiliki perannya sendiri, sebagai penahan abrasi, sebagai penyimpanan karbondioksida yang dapat memerangi krisis iklim dan juga sebagai tempat tinggal keanekaragaman hayati yang terdapat di pesisir Karangsong.

Sama halnya dengan pantai Mutiara Hijau, pantai ini pun ekowisatanya semakin memburuk karena kurangnya pemantauan dan juga pengelolaan yang baik dan terjaga, bukan hanya pengelola yang bertanggung jawab melainkan beberapa wisatawan dan pengunjung juga sangat berpengaruh terhadap baik dan buruknya ekosistem mangrove ini.

Bukti nyata bahwa memang pengunjung memegang peran penting adalah dengan banyaknya sampah yang berserakan di sekitar pantai yang akhirnya menyebabkan peningkatan pencemaran dalam ekosistem perairan Pantai Karangsong. Pasalnya sampah-sampah ini memang dibawa dan masuk ke area ekowisata oleh pengunjung.

Wisatawan memang sangat berperan penting dalam kemajuan ekowisata, perlu adanya eco-tourism yang diprogramkan oleh pemerintah setempat atau pengelola setempat, karena dengan adanya edukasi bagi wisatawan sampah-sampah yang dibuang sembarangan akan dapat diminimalisir.

Juga kedepannya jika para pengunjung telah memiliki jiwa kepeduliaan sosial dan juga jiwa lingkungan yang tinggi bisa jadi selanjutnya akan ada paket-paket ekowisata yang membuat lingkungan semakin terjaga dan juga perekonomian yang semakin tertata untuk menuju visi Indonesia blue economy.

Banyak sekali yang dapat menjadi poin penting yang harus kita jaga bersama-sama, bukan hanya sekedar karena ekowisata mengrove dan juga pantai untuk rekreasi, namun tetap saja alam perlu dijaga dan alam perlu di kelola dengan baik.

Sampah belum rampung, namun degradasi pun mulai mengepung, pasir pantai mulai mengalami abrasi, juga ekowisata yang akhirnya menyebabkan mangrove mati.

Jika berkata siapa yang salah sepertinya semua pihak akan sama-sama disalahkan, mulai dari pengelola yang kurang tegas dalam pengelolaan ekowisatanya, kemudian dari masyarakat sekitar yang belum memiliki rasa kepemilikan mengenai adanya ekowisata sehingga kurangnya juga awareness dalam menjaga lingkungan.

Selanjutnya pihak pemerintah yang memangku kebijakan dan belum terealisasi dengan baik, banyak unsur-unsur yang perlu bertanggung jawab dengan hal ini, termasuk kita selaku pemuda dan calon pemimpin di masa yang akan datang, memiliki tanggung jawab untuk sama-sama menjaga lingkungan yang baik dan juga memberikan solusi dari beberapa permasalahan yang ada.***

Baca juga: Aku, Kamu, dan Indahnya Pesona Alam Gili Labak

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan