Nasib Laut Karawang yang Tercemar Sampah

Sampahmu mengotori laut indahku, tampaknya kalimat itu cocok ku gaungkan untuk para wisatawan yang berkunjung ke pesisir pantai utara kota Karawang. Sejak diberlakukannya larangan mudik lebaran oleh pemerintah pada tanggal 6 – 17 Mei 2021 masyarakat dihadapkan pada dua pilihan, mematuhi keputusan pemerintah untuk tidak melakukan mudik lebaran atau nekat melakukan perjalanan mudik dengan banyaknya risiko yang harus mereka hadapi.

Dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia[18/05/2001, 17:56] Presiden Joko Widodo menerima data sebanyak 1,5 juta orang melakukan mudik lebaran. Artinya masyarakat yang memutuskan untuk tidak mudik lebaran lebih banyak dibandingkan masyarakat yang memutuskan untuk mudik lebaran.

Hal ini berdampak pada meningkatnya kunjungan wisata daerah domisili tempat tingkat masyarakat. Di kutip dari Liputan6.com[19/05/2021, 16:30 WIB] Menteri koordinator perekonomian Airlangga Hartato mengatakan, jumlah pengunjung tempat wisata mengalami kenaikan signifikan di masa pra lebaran, lebaran hingga pasca lebaran.

Sedangkan menurut data Kemenko Perekonomian kenaikan pengunjung di lokasi wisata mencapai angka 38,42% hingga 100,8%. Hal ini pula yang membuat lonjakan kasus covid gelombang dua di sejumlah kota di Pulau Jawa dan catatan kasus tertinggi selama pandemi .

Samudra Baru adalah nama salah satu pantai yang terletak di pesisir Utara kota Karawang. Adanya larangan mudik juga berdampak pada meningkatkan pengunjung wisata pantai samudra baru. Akibat Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pantai samudra baru menyebabkan pula pada peningkatan  jumlah sampah yang dihasilkan pengunjung wisata.

Hal itu berakibat buruk karena sudah termasuk pencemaran lingkungan dengan mengotori bibir pantai dan air laut. Warna air laut yang terkesan coklat karena pasir pantainya yang berwarna coklat menambah kesan tak indah ketika air itu bercampur sampah plastik bekas  yang dihasilkan para pengunjung.

Hal itu sangat disayangkan, laut yang seharusnya terlihat indah itu, kini telah bercampur dengan sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh tangan oknum wisatawan tidak bertanggung jawab. Sebenarnya hal tersebut sudah sering terjadi bahkan, berulang setiap tahunnya.

Terjadinya peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke pantai samudra baru pada setiap tahunnya, menurut saya seharusnya lebih dari cukup untuk menyadarkan para pihak pengelola pantai supaya lebih sigap dalam menyiapkan banyak tempat sampah di area agak menjauhi dari air laut, minimal sepuluh sampai lima belas meter dari tepian air laut.

Penempatan letak tempat sampah pun harus diperhatikan, misalnya saja jarak antar tempat sampah tidak lebih dari lima meter agar mempermudah wisatawan untuk membuang sampah bekas makan dan minumnya. Tindakan positif tersebut juga untuk menyadarkan para pengunjung agar tidak membuang sampah bekas makan dan minumnya sembarangan apalagi sampai terbawa arus air laut.

Tapi sayang beribu sayang, selama hampir 20 tahun saya hidup menjadi masyarakat Karawang hal tersebut nampaknya belum terealisasikan di pantai samudra baru. Terkadang saya bermonolog akan kondisi tersebut, saya bertanya kepada diri sendiri jika wisatawan yang berkunjung ke pantai samudra baru berjumlah semakin meningkat pada tiap tahun, lalu di kemanakan uang hasil penjualan tiket pengunjung itu?

Saya akui jika setiap tahunnya pasti ada fasilitas pantai yang diperbaiki atau penambahan fasilitas baru yang dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Akan tetapi jika saya yang berada diposisi pengelola pantai, saya tentu saja akan lebih mendahulukan fasilitas yang sifatnya selain bermanfaat untuk membiasakan para wisatawan membuang sampah pada tempatnya dan mencintai laut.

Memanfaatkan dan mengelola sampah plastik yang terkumpul nantinya akan menghasilkan profit jangka panjang bahkan bisa membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir pantai tersebut.

Teman-teman masih ingat tragedi Tumpahan minyak di sepanjang Pantai Karawang pada  Juli 2019? Penyebabnya sumur YYA-1 milik PHE ONWJ mengalami kebocoran dengan dampak nelayan kehilangan mata pencaharian mereka karena jumlah hasil tangkapan menurun drastis .

Bicara mengenai nasib laut Karawang yang tercemar polusi dari darat dan kecerobohan manusia nampaknya menambah daftar kesedihan saya. Semoga kedepannya manusia bisa lebih tanggung jawab dan laut ini bisa pulih .

Editor : Annisa Dian Ndari

 

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan