Pengaruh Keasinan Air Laut (Salinitas) Terhadap Perkembangan Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting, karena memberikan tempat tinggal bagi berbagai spesies laut dan berkontribusi pada keseimbangan ekosistem global. Salah satu faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang adalah salinitas air, yaitu konsentrasi garam dalam air laut.

Perubahan salinitas dapat memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan dan perkembangan terumbu karang. Oleh karena itu, pemahaman tentang pengaruh salinitas terhadap terumbu karang sangat penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem ini.

Salinitas air, yang mengacu pada konsentrasi garam dalam air, memainkan peran penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup terumbu karang. Salinitas yang tepat adalah faktor kunci dalam menjaga keseimbangan hidrologis dan fungsi fisiologis organisme karang. Namun, fluktuasi salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan keanekaragaman spesies terumbu karang.

Terumbu karang dapat ditemukan di perairan hangat dan jernih di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Mereka tumbuh secara bertahap, dengan organisme karang yang baru tumbuh di atas kerangka yang ada.

Seiring waktu, terumbu karang dapat tumbuh menjadi struktur yang besar dan rumit, dengan berbagai bentuk dan tekstur yang menciptakan banyak mikrohabitat bagi berbagai spesies laut.

Terumbu karang merupakan tempat tinggal bagi ribuan spesies ikan, moluska, krustasea, dan organisme laut lainnya. Mereka menyediakan perlindungan, tempat bertelur, dan sumber makanan bagi banyak makhluk laut.

lautan, terumbu karang
Kebun karang di pagi hari di Pulau Kanawa dekat Flores, Indonesia. Pulau ini terletak di Taman Nasional Komodo. / Foto: Paul Hilton / Greenpeace

Terumbu karang juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut secara keseluruhan. Mereka membantu melindungi pantai dari erosi, menyediakan filter alami untuk air, dan berkontribusi pada siklus nutrisi laut. Namun, terumbu karang juga menghadapi berbagai ancaman yang signifikan.

Pemanasan global, peningkatan suhu air laut, polusi, overfishing, penangkapan karang yang tidak bertanggung jawab, dan kerusakan fisik akibat aktivitas manusia dapat merusak dan mengancam terumbu karang.

Perubahan iklim, seperti peningkatan suhu dan perubahan kadar karbon dioksida dalam air, juga dapat menyebabkan pemutihan karang, di mana karang kehilangan alga zooxanthellae mereka dan menjadi rentan terhadap stres dan kematian.

Upaya konservasi dan perlindungan terumbu karang sangat penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem ini. Melalui pengelolaan yang baik, pemantauan yang teratur, dan upaya restorasi, kita dapat membantu menjaga keanekaragaman hayati, fungsi ekologis, dan nilai ekonomi terumbu karang untuk generasi yang akan datang.

Salinitas yang tinggi atau rendah yang berada di luar kisaran toleransi organisme karang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan dan perkembangan terumbu karang. Peningkatan salinitas yang signifikan dapat mengakibatkan dehidrasi pada organisme karang, mengganggu homeostasis air dalam jaringan mereka. Karang akan kehilangan air lebih cepat daripada yang bisa mereka serap, yang dapat menyebabkan stres dan bahkan kematian pada karang (Marcelino et al., 2016).

Sebaliknya, penurunan salinitas air juga dapat memiliki dampak negatif pada terumbu karang. Salinitas yang rendah dapat mengurangi kemampuan organisme karang untuk beradaptasi dengan lingkungan, meningkatkan risiko infeksi penyakit, dan menghambat pertumbuhan dan reproduksi karang (Lough & Barnes, 2000).

Fluktuasi salinitas yang ekstrem juga dapat memicu perubahan komposisi spesies karang, dengan beberapa spesies yang lebih toleran terhadap perubahan salinitas daripada yang lain (Figueiredo et al., 2020).

Terumbu karang dengan bentuk pertumbuhan bercabang. / Foto: Greenpeace

Selain itu, perubahan salinitas air juga dapat memengaruhi simbiosis antara karang dan alga zooxanthellae. Penurunan salinitas yang signifikan dapat menyebabkan gangguan pada simbiosis ini, mengurangi produktivitas fotosintesis alga zooxanthellae dan menyebabkan bleaching karang (Silverstein et al., 2015).

Bleaching terjadi ketika karang kehilangan alga zooxanthellae mereka, yang berkontribusi pada sumber makanan dan energi karang. Jika bleaching berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kematian massal pada terumbu karang (Hoegh-Guldberg et al., 2017).

Pengelolaan yang efektif untuk mempertahankan keberlanjutan terumbu karang perlu memperhatikan salinitas air sebagai salah satu faktor kunci. Memantau salinitas air secara teratur, memahami batas toleransi organisme karang terhadap fluktuasi salinitas, dan mengurangi ancaman manusia terhadap kualitas air laut akan membantu menjaga kesehatan dan keberlanjutan terumbu karang yang penting bagi kehidupan laut dan manusia.***

Baca juga: Analisis Degradasi Terumbu Karang Pada Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan