Bergerak Menuju Laut Indonesia Bebas Sampah

Indonesia dikenal sebagai negara bahari yang identik dengan kekayaan flora dan fauna laut. Dikutip dari Kompas, negara Indonesia memiliki sekitar 8.500 spesies ikan dan 555 spesies rumput laut dan 950 biota terumbu karang.

Kekayaan sumber daya laut ini berpotensi terus bertumbuh dari segi ekonomi masyarakat lokal maupun menjadi sumber devisa di negara ini. Kita patut bangga mengingat kita memiliki ribuan pulau yang dianugerahi keindahan laut sekaligus membawa manfaat bagi ratusan juta penduduk Indonesia.

Namun, di era yang penuh dengan perkembangan teknologi, terutama di bidang industri, kita melihat banyak produk yang kurang ramah lingkungan yang terus diproduksi secara massal tanpa diiringi dengan tanggung jawab pada kerusakan alam yang terjadi.

Kita ambil contoh dari limbah plastik yang semakin banyak bertebaran baik di daratan hingga lautan yang menyebabkan berbagai permasalahan.

Data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2022 mencatat jumlah sampah di Indonesia mencapai 32,1  juta ton per tahun dengan jumlah sampah yang tidak terkelola mencapai 35,9 persen yaitu 11,5 juta ton. Ironisnya, sampah ini berpotensi akan mencemari lautan di Indonesia dengan jenis sampah didominasi oleh sampah sisa makanan dan plastik.

Salah satu dampak dari banyaknya sampah plastik yaitu terurainya plastik menjadi microplastik yang tersebar di lautan sehingga menganggu kualitas air serta membahayakan biota laut yang ada.

Partikel kecil dari plastik ini pun dapat masuk ke jaringan tubuh manusia jika spesies laut yang tercemar oleh mikroplastik ini dikonsumsi. Pada akhirnya sampah yang dibuang secara langsung maupun tidak langsung akan merusak kehidupan manusia.

sampah
Sampah plastik mengapung di lautan. / Foto: Unsplash

Sisi negatif lainnya dari pencemaran sampah, bukan hanya berdampak pada organisme di laut namun juga merusak mata pencaharian nelayan yang kesulitan dalam melakukan penangkapan ikan akibat sampah yang bertebaran di mana-mana.

Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya sekaligus tidak tertampungnya sampah di TPA menyebabkan limbah ini turun ke sungai hingga mencapai laut dan membahayakan kehidupan di laut. Selain itu plastik juga mencemari kehidupan di tepi sungai dan laut yang dimana limbah tersebut terkumpul di lingkungan kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Lalu Siapa yang Harus Bertanggung Jawab pada Permasalahan Ini?

Massa berunjuk rasa dan membawa monster plastik saat kampanye antiplastik di kawasan bisnis Jakarta. / Foto: Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Melihat dari sisi perusahaan, tentunya bukan hanya menciptakan bisnis dengan profit yang besar, namun juga diperlukan kesadaran untuk berpartisipasi dalam menciptakan inovasi baru yang berfokus pada bisnis yang berkelanjutan yang berbasis pada produk yang ramah lingkungan serta pengurangan penggunaan bahan plastik sekali pakai yang berpotensi mencemari lingkungan.

Di lain pihak, pemerintah dituntut untuk membuat peraturan yang lebih mendukung terciptanya bisnis berkelanjutan yang ramah lingkungan dimana akan menjadi patokan bisnis masa depan di Indonesia.

Pemerintah harus membuat regulasi yang jelas dan memberikan sanksi pada produsen maupun konsumen yang melakukan pelanggaran dalam aturan pengelolaan sampah dan limbah.

Pencemaran sampah plastik oleh oknum korporasi harus ditindak tegas dan diberikan hukuman yang membuat jera pelaku perusakan lingkungan tersebut

Masyarakat sendiri harus mulai mengelola sampah, terutama sampah makanan yang dapat dialih gunakan untuk pembuatan kompos, pakan hewan dan bahan lain yang bermanfaat. Selain itu komunitas dan organisasi dapat terus menggalakkan edukasi kepada masyarakat untuk mengurangi bahkan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai dan beralih ke materi plastik yang dapat dipakai berulang kali.

Semua dimulai dari langkah kecil dan berani dari masyarakat untuk berubah dan terus memberikan dorongan kepada pemerintah dan korporasi untuk menghentikan pencemaran sampah.***

Baca juga: Telur Penyu di Pulau Taliabu Maluku Utara dari Perdagangan Ilegal hingga Ancaman Kepunahan

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan