Pariwisata Berkelanjutan Desa Sawai: Potensi, Tantangan, dan Peluang

Wilayah pesisir dikenal dengan keunikan dan keindahan alamnya yang memiliki potensi wisata yang luar biasa. Keunikan ini tidak hanya menarik bagi wisatawan, tetapi juga dapat memberikan pendapatan alternatif yang dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat lokal. Hal itu terjadi di Desa Sawai sebagai daerah pesisir di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Untuk mencapai Desa Sawai dari Kota Ambon, kita dapat menggunakan jalur darat atau laut. Jalur darat melalui Terminal Mardika Ambon, Liang, Kairatu, Waipia, dan Sawai memakan waktu sekitar 5 jam. Jalur laut melalui Pelabuhan Hurunala Tulehu dan Pelabuhan Amahai memakan waktu 1,5 jam. Setelah itu, kita dapat menggunakan mobil umum dari Terminal Amahai ke Sawai. Alternatif lain adalah dari Kota Masohi ke Negeri Saleman, kemudian menggunakan speedboat ke Desa Sawai.

Desa Sawai memiliki potensi besar untuk pariwisata dengan sumber daya alam seperti laut yang tenang dan jernih, tebing, dan sungai Air Asinahu. Lautnya yang dangkal dan penuh dengan biota laut menjadi daya tarik utama.

Ada juga Pulau Manu, pulau tak berpenduduk yang menawarkan berbagai aktivitas seperti snorkeling, diving, dan camping. Saat ini, pemuda setempat sedang berusaha mengembangkan pulau ini sebagai tujuan wisata baru di Negeri Sawai (Dian Nanlohy at all. 2020).

wisata laut / marine tourism
Ilustrasi wisata bahari. / Foto: Chanklang Kanthong / Greenpeace

Wisata bahari di Desa Sawai memiliki manfaat penting bagi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat sekitar. Meski Negeri Sawai dikenal memiliki potensi alam yang indah, akan tetapi masih ada tantangan dalam pengelolaan wisata bahari.

Minimnya keterlibatan komunitas lokal dan kurangnya perhatian pemangku kepentingan memberikan tantangan tersendiri dalam pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada di Desa Sawai yang tidak dapat dikelola secara optimal karena minimnya perencanaan.

Faktor penghabat ini mestinya dilihat sebagai masalah dalam pengelolaan wisata yang berkelanjutan. Masalah sampah misalnya, penting sekali pengelolaan sampah yang benar (Dian Nanlohy at all. 2020).

Supaya nilai dari keindahan wisata itu tidak berkurang, sekaligus memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi wisatawan yang berkunjung dan menjadi prioritas dalam pengembangan parawisata berkelanjutan.

Berbicara tentang pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak luput dari keterlibatan semua pihak yang menjadi kunci kesuksesan dan dimulai dari perencanaan pengelolaan wisata itu sendiri.

Pengembangan wisata di Desa Sawai memberikan peluang bagi pemangku kepentingan yang dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dan kerja-kerja nyata seperti:

(1) Akademisi: memberikan rekomendasi pengelolaan berdasarkan hasil-hasil penelitian;

(2) Instansi Pemerintah: keterlibatan pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten harus tetap ditingkatkan koordinasi pelaksanaannya dalam upaya kegiatan usaha parawisata (promosi);

(3) Pengusaha/Swasta: bentuk keterlibatannya berupa upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup dan memberdayakan masyarakat lokal;

(4) Masyarakat; aktivitas yang dilakukan dapat mendukung wisata seperti perdagangan, atraksi kesenian budaya, kerajinan tangan, dan kuliner lokal (Ayal, 2009).

Dari keterlibatan ini semestinya ada forum dialogis yang dapat mengakomodir semua masukan, dan bentuk-bentuk intervensi berupa kebijakan yang nantinya menjadi peta jalan pembangunan wisata di Desa Sawai kedepan.

Mengembangkan potensi ekowisata bahari adalah dengan mempromosikan ekowisata bahari yang berkelanjutan dengan tujuan untuk melindungi lingkungan serta ekonomi, masyarakat, dan budaya.

Para pemangku kebijakan harus bekerja sama untuk mengelola dan mengembangkan potensi ini. Masyarakat sekitar juga dapat berinteraksi langsung dengan pengkembangan pariwisata.

Pertumbuhan wisata bahari dapat menciptakan prospek bisnis baru, peluang kerja, dan menjadi sektor ekonomi yang berkembang pesat. Namun, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan, dan keberlanjutan wilayah laut dan pesisir, diperlukan rencana pertumbuhan pariwisata bahari yang iklusif dan berkeadilan untuk masyarakat sekitar.

Aspek-aspek yang dijelaskan diatas penting untuk diketahui. Menginggat bentuk keterlibatan semua pihak ini mestinya ada kemauan dan keberanian yang tinggi (political will) untuk menyelesaikan permasalahan. Karena tanpa political will kebijakan kepentingan publik tidak akan pernah terwujud.

Dalam hal ini, political will diperlukan bagi para pembuat kebijakan (pemimpin pemeritahan di semua level) untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mendorong pengembangan wisata yang berkelanjutan di Desa Sawai.

Tindakan tersebut dapat mencakup pengembangan infrastruktur, promosi parawisata, dan pengembangan produk penunjang parawisata yang berkelanjutan. Namun, pengembangan parawisata berkelanjutan juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat lokal dan lingkungan.

Pengembangan parawisata berkelanjutan harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat dengan memperhatikan keberlanjutan dari lingkungan. Oleh karena itu, political will yang kuat dari pembuat kebijakan diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dari pengembangan yang dilakukan secara adil dan berkelanjutan.

Semua generasi yang lahir dari Desa Sawai pastinya bangga dengan potensi alam yang indah dan menjadi destinasi wisata. Dengan harapan serta komitmen yang kuat dari masyarakat lokal dan dukungan dari pemerintah daerah, Desa Sawai dapat menjadi contoh bagi desa-desa pesisir lainnya dalam mengembangkan wisata bahari yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Meski tantangan ada, namun dengan kerja sama dan komitmen yang kuat, Desa Sawai dapat meraih potensinya sebagai destinasi wisata bahari yang berkelanjutan untuk setiap generasinya. Mari kita manfaatkan potensi ini dengan bijaksana dan bertanggung jawab.***

Baca juga: Perjalanan dari Bogor ke Pulau Gorom, Maluku Naik Apa Saja?

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan